MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
“
PENDIDIKAN KARAKTER GUNA MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENGHADAPI MEA
(MASYARAKAT EKONOMI ASEAN) “
Dosen
: Edi Fakhri , SS., M.Sos
Disusun
Oleh :
Aditya Mahfuzha (50415185)
Kelas
: 1IA06
TEKNIK
INFORMATIKA
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ATA
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu
Budaya Dasar “Pendidikan Karakter Guna Meningkatkan Sumber Daya Manusia Dalam
Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis
menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Penulis harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhir
kata semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Depok,
Juni 2016
(Penulis)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Tahun 2015 tepatnya bulan Desember merupakan awal diterapkannya
sistem perekonomian bebas pada tingkat ASEAN atau dikenal dengan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia harus mempersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya sehingga mampu bersaing dalam sistem MEA. Dampak
terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta
tenaga kerja. Diterapkan MEA bukan menjadi penjajahan ekonomi Indonesia justru
menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan perekonomian
Indonesia, khususnya dan tingkat ASEAN pada umumnya.
Tujuan dibentuknya MEA adalah untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah
dibidang ekonomi antar negara ASEAN. Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan
para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di
Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN
serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal
asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga
ASEAN. Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi
ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015. Implementasi MEA
ini, menjadi ajang bagi Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia untuk dapat
memiliki peluang dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan pertumbuhan ekonomi
di dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan.
Implementasi MEA tidak terlepas resiko-resiko yang akan dihadapi
nantinya, seperti bagaimana kesiapan sumber daya manusia, hasil produk,
kesedianya infrastruktur yang baik, kebijakan pemerintah yang diambil dan
lainnya. Tentunya resiko-resiko tersebut dapat diatasi dengan adanya kolaborasi
yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur
baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu
adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di
Indonesia.
Dalam kaitan antisipasi menghadapi penerapan MEA, pendidikan
merupakan unsur penting yang harus mendapat prioritas utama. Sebagaimana
dinyatakan Ki Hadjar Dewantara bahwa “Pendidikan merupakan daya upaya memajukan
pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan
tubuh anak, dimana bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita
dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Senada dengan hal tersebut,
pendidikan diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan seutuhnya
setiap orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab,
dan nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat
diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah
dan diwarnai oleh inovasi sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah
satu kekuatan pendorong untuk meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas
sebagai ungkapan dari kebebasan manusia dan standarisasi tingkah laku
perorangan. Kesempatan atau peluang perlu diberikan kepada generasi muda untu
melakukan percobaan dan menemukan sesuatu yang baru (UNESCO, 1996: 94).
Pendidikan diharapkan mempunyai outcome berupa life
skill, yang menjadi bagian konsep dasar pendidikan nasional. Life
skill merupakan kemampuan, kesanggupan ketrampilan yang harus dimiliki
dalam menjalani proses kehidupan. Sehingga sanggup bersaing dan terampil dalam
menjaga kelangsungan hidup dan tantangan pada masa depan (M takdir ilahi,
2012). Hal yang perlu disiapkan dalam menghadapi MEA adalah Sumber Daya Manusia
(SDM) yang handal mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari anggota MEA
itu sendiri.
Penyiapan sumber daya manusia yang dilakukan salah satunya melalui
jalur pendidikan tinggi yaitu pada mahasiswa-mahasiswa yang ada di kampus.
Mahasiswa yang rata-rata berusia 20 tahun, merupakan aset bangsa yang sangat
berharga karena mahasiswa masih berada pada masa-masa keemasan dalam mencari
jati diri. Perguruan tinggi menjadi ladang yang sangat luas untuk mengali ilmu
yang diperlukan di masa depan. Sehingga mahasiswa lulus dengan harapan sudah
mempunyai beberapa kompetensi atau memiliki kemampuan (skill) pada dirinya.
Kompetensi mahasiswa lulus dan siap untuk menghadapi MEA bukan
hanya kompetensi akademik (intelektual) saja yang dibutuhkan. Karena persaingan
yang sangat terbuka akan hadir di MEA dalam ajang mencari sumber daya manusia
yang mempunyai kualifikasi dan sertifikasi keahlian tertentu. Maka lulusan
perguruan tinggi harus benar-benar memberikan outcome dalam
memenuhi harapan dalam dunia MEA nantinya.
Lulusan perguruan tinggi dituntut harus memiliki hard
skills dan sekaligus soft skills (karakter).
Kemampuan hard skills merupakan kemampuan penguasaan pada aspek teknis dan
pengetahuan yang harus dimiliki sesuai dengan kepakaran ilmunya. Soft
skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang
lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja
secara maksimal. Soft skills merupakan keterampilan dan
kecakapan hidup, baik untuk sendiri maupun kecakapan dengan orang lain. Hard
skills dan soft skills merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan, di dalam implementasi kehidupan saling beriringan.
Sehingga terjadi keseimbangan dalam mencapai tujuan hidup. Oleh sebab itu,
pembinaan karakter pada mahasiswa perlu dibangun atau dikuatkan contohnya
membangun kepercayaan diri, motivasi diri, manajemen waktu, mempunyai kreatif
dan inovatif berpikir positif, serta membangun komunikasi dengan orang lain.
Selain itu, menumbuhkan jiwa berwirausaha pada mahasiswa juga sangat penting
dilihat sebagai sasaran MEA adalah bagaimana sistem perdagangan menjadi tujuan
utama, dan karakter-karakter lain yang perlu bangun dan dikembangakan dalam
diri mahasiswa. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilatih dan dikembangkan
melalui pendidikan, organisasi dan pelatihan-pelatihan khusus. Dengan demikian,
pendidikan tinggi berperan penting dalam pembentukan karakter anak bangsa.
Pembahasan tentang bagaimana pendidikan, khususnya pendidikan
tinggi harus merespon dengan tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas
agar siap menghadapi MEA dengan cara penguatan karakter tentu perlu diungkap
dengan jelas. Dengan penguatan karakter pada mahasiswa diharapkan mampu
menciptakan generasi-generasi bangsa yang siap bersaing pada era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan
makalah ini adalah “Pendidikan Karakter”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya
pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
2. Pendidikan Karakter
3. Revolusi Mental dan Nawa Cita
3. Tujuan Penyusunan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
pendidikan karakter dalam masa pemerintahan Jokowi guna meningkatkan sumber
daya manusia dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA)
MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
memiliki pola mengintegrasikan ekonomu ASEAN dengan cara membentuk sistem
perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN. Para
anggota ASEAN termasuk Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian Masyarakat
Ekonomi ASEAN tersebut. MEA adalah istilah yang hadir dalam indonesia tapi pada
dasarnya MEA itu sama saja dengan AEC atau Asean Economic Community.
Awal mula MEA berawal pada KTT yang dilaksanakan di Kuala Lumpur
pada tanggal 1997 dimana para pemimpin ASEAN akhirnya memutuskan untuk
melakukan pengubahan ASEAN dengan menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan
sangat bersaing dalam perkembangan ekonomi yang berlaku adil dan dapat
mengurangi kesenjangan dan kemiskinan sosial ekonomi (ASEAN Vision 2020).
Kemudian dilanjutkan pada KTT bali yang terjadi pada bulan Oktober
pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN mengaluarkan pernyataan bahwa Masyarakat
Ekonomi ASEAN atau MEA akan menjadi sebuah tujuan dari perilaku integrasi
ekonomi regional di tahun 2020, Asea Security Community dan beberapa komunitas
sosial Budaya ASEAN merupakan dua pilar yang tidak bisa terpisahkan dari
komunitas ASEAN. Seluruh pihak diharapkan agar dapat bekerja sama secara kuat
didalam membangun komunitas ASEAN di tahun 2020.
Kemudian, selanjutnya pada pertemuan dengan Menteri EKonomi ASEAN
yang telah diselenggarakan di bulan Agustus 2006 yang ada di Kuala Lumpur,
Malaysia mulai bersepakat untuk bisa memajukan masyarakat Ekonomi ASEAN atau
MEA dengan memiliki target yang jelas dan terjadwal dalam pelaksanaannya.
Di KTT ASEAN yang ke-12 di bulan Januari 2007, para pemimpin mulai
menegaskan komitmen mereka tentang melakukan percepatan pembentukan komunitas
ASEAN di tahun 2015 yang telah diusulkan oleh ASEAN Vision 2020 dan ASEAN
Concord II, dan adanya penandatanganan deklarasi CEBU mengenai percepatan
pembentukan komunitas ekonomi ASEAN di tahun 2015 dan untuk melakukan
pengubahan ASEAN menjadi suatu daerah perdagangan yang bebas barang, investasi,
tenaga kerja terampil, jasa dan aliran modal yang lebih bebas lagi.
Ciri-ciri dan Unsur
Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)
MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN ialah suatu realisasi dari
tujuan akhir terhadap integrasi ekonomi yang telah dianut didalam ASEAN Visi
2020 yang berdasarkan atas konvergensi kepentingan para negara-negara anggota
ASEAN untuk dapat memperluas dan memperdalam integrasi ekonomi lewat inisiatif
yang ada dan baru dengan memiliki batas waktu yang jelas. Didalammendirikan
masyarakat ekonomi ASEAN atau MEA, ASEAN mesti melakukan tidakan sesuai dengan
pada prinsip-prinsip terbuka, berorientasi untuk mengarah ke luar, terbuka, dan
mengarah pada pasar ekonomi yang teguh pendirian dengan peraturan multilateral
serta patuh terhadap sistem untuk pelaksanaan dan kepatuhan komitmen ekonomi
yang efektif berdasarkan aturan.
MEA akan mulai membentuk ASEAN menjadi pasar dan basis dari
produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN terlihat dinamis dan dapat bersaing
dengan adanya mekanisme dan langkah-langkah dalam memperkuat pelaksanaan baru
yang berinisiatif ekonomi; mempercepat perpaduan regional yang ada
disektor-sektor prioritas; memberikan fasilitas terhadap gerakan bisnis, tenaga
kerja memiliki bakat dan terampil; dapat memperkuat kelembagaan mekanisme di
ASEAn. Menjadi langkah awal dalam mewujudkan MEA atau MAsyarakat Ekonomi ASEAN.
Di saat yang sama, MEA akan dapat mengatasi kesenjangan pada
pembangunan dan melakukan percepatan integrasi kepada negara Laos, Myanmar,
VIetnam dan Kamboja lewat Initiative for ASEAN integration dan inisiatif dari
regional yang lainnya.
Adapun bentuk
kerjasamanya ialah
- Pengembangan pada sumber daya
manusia dan adanya peningkatan kapasitas
- Pengakuan terkait kualifikasi
profesional
- Konsultasi yang lebih dekat
terhadap kebijakan makro keuangan dan ekonomi.
- Memilik langkah-langkah dalam
pembiayaan perdagangan.
- Meningkatkan infrastruktur.
- Melakukan pengembangan pada transaksi
elektronik lewat e-ASEAN.
- Memperpadukan segala industri
yang ada diseluruh wilayah untuk dapat mempromosikan sumber daerah.
- Meningkatkan peran dari sektor
swasta untuk dapat membangun MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pentingnya digalakkannya perdagangan eksternal kepada ASEAN dan
keperluan dalam komunitas ASEAN yang secara keseluruhan untuk tetap dapat
menatap kedepan.
Adapun ciri-ciri utama
MEA
·
Kawasan ekonomi yang
sangat kompetitif.
·
Memiliki wilayah
pembangunan ekonomi yang merata.
·
Daerah-daerah akan
terintegrasi secara penuh dalam ekonomi global
·
Basis dan pasar produksi
tunggal.
Ciri-ciri ini akan sangat saling berkaitan dengan kuat. Dengan
memasukkan pada unsur-unsur yang paling dibutuhkan dari setiap masing-masing
ciri-ciri dan mesti dapat memastikan untuk konsisten dan adanya keterpaduan
dari unsur-unsur dan pelaksanaannya yang tepat dan bisa saling mengkoordinasi
antara para pemangku kekuasaan atau kepentingan yang punya relevansi.
2.
Pendidikan
Karakter
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menuntut masyarakat Indonesia
mempunyai mental luar biasa, karena berhadapan dengan masyarakat dari luar
Indonesia. Salah satu upaya pembentukan masyarakat Indonesia yang bermental
luar biasa melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan usaha mewariskan nilai-nilai
luhur bangsa untuk menciptakan generasi bangsa yang unggul intelektual,
berkepribadian, dan memiliki identitas kebangsaan. Pendidikan dan pembentukan
karakter sesuai dengan yang tercantum dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus merespon dengan tepat agar
dapat menyiapkan SDM yang berkualitas.
Karakter merupakan aktualisasi dari soft skill seseorang,
yang mana karakter merupakan cara berpikir dan perilaku yang menunjukkan ciri
khas dari seseorang dan bekerjasama dengan orang lain dan mampu
bertanggungjawab dengan apa yang menjadi keputusannya. Maka soft skill pada
individu bisa dibangun dan dikembangkan, oleh karena itu pengembangan soft
skill melalui berbagai pelatihan tidak jauh berbeda dengan apa yang sekarang
dikenal dengan pengembangan karakter bangsa. Jadi, konsep soft skill maksudnya
tidak lain adalah karakter. (Marzuki, 2012)
Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Hal tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan bukan hanya sekedar
pengajaran ilmu, tetapi juga bertujuan membina dan mengembangkan potensi subjek
didik menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi
tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam dan sekaligus
menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu Negara.
Susilo Bambang Yudhoyo (Masaong, 2012) mengemukakan bahwa pada
waktu menjadi Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa ada lima agenda
utama pendidikan nasional, yaitu (1) pendidikan dan pembentukan watak
(character building), (2) pendidikan dan kesiapan menjalani kehidupan, (3)
pendidikan dan lapangan kerja, (4) membangun masyarakat berpengetahuan, (5)
membangun budaya inovasi.
Thomas lictona dalam Lukiyati (2014) mengatakan bahwa pendidikan
karakter adalah upaya mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari kehidupan
yang berguna, bermakna, produktif dan fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh
belas kasih dan maju. Karakter yang baik meliputi tiga komponen utama, yaitu:
moral knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar
moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral, pembuatan
keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral feeling meliputi: kesadaran hati
nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati.
Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan.
Pendidikan karakter penting diajarkan untuk menjadi manusia yang
cerdas, jujur, tangguh, dan peduli. Keempat hal tersebut beralasan untuk
menjadi kunci sukses. Apabila mempunyai kecerdasan maka akan bisa memilah mana
yang baik dan salah. Kecerdasan, harus diimbangi dengan kejujuran untuk
mendapatkan kepercayaan orang lain. Sedangkan tangguh diperlukan karena yang
bermain dalam MEA 2015 bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga negara lain
di ASEAN. Sikap peduli tidak kalah pentingnya dengan ketiga hal tadi, karena
dengan sikap peduli dengan orang lain, maka akan mudah untuk menjaga hubungan
baik dengan yang lain.
Menurut Ki Hajar Dewantoro dalam buku panduan Kurikulum Perguruan
Tinggi (2014) bahwa Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang
mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan.
Menurut Zamroni (2010), pendidikan karakter adalah berkaitan
dengan pengembangan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan sikap yang
positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab. Lebih
lanjut pendidikan karakter berkaitan dengan pengembangan pada diri peserta
didik, kemampuan untuk merumuskan ke mana hidupnya menuju, dan sesuatu yang
baik dan sesuatu yang jelek dalam mewujudkan tujuan hidup itu. Karena itulah
pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa
henti.
Sasaran pendidikan karakter di perguruan tinggi adalah mahasiswa
selaku generasi muda yang berperan sebagai agen of change. Mahasiswa sebagai
intelektual muda calon pemimpin masa depan merupakan asset bangsa yang
berharga. Pengembangan intelektual, keseimbangan emosi, dan penghayatan
spiritual mahasiswa merupakan prioritas pembimbingan mahasiswa agar menjadi
warga Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa.
Undang- undang nomor 12 tahun 2012 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya
saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan
pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan
kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela
kebenaran untuk kepentingan bangsa. Hal tersebutlah yang menunjukkan tuntutan
pembinaan soft skill (karakter) mahasiswa.
Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft skills sebagai
keterampilan hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Soft
skills merupakan ketrampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki
baik untuk diri sendiri, kelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan
sang Pencipta. Menurut Kaipa & Milus (2005; 3-6) bahwa soft skills adalah
kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk di dalamnya kepemimipinan, pengambilan
keputusan, penyelesaian komplik, komunikasi, kreativitas, kemampuan presentasi,
kerendahan hati dan kepercayaan diri, kecerdasan emosional, interitas, komitmen
dan kerja keras.
Implementasi pendidikan karakter juga harus disesuaikan dengan
visi dan misi perguruan tinggi dengan berbasis jurusan dan atau program studi.
Penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan tinggi dilakukan secara
terpadu melalui tiga jalur, yaitu pembelajaran, managemen perguruan tinggi dan
kegiatan kemahasiswaan. Nilainilai karakter yang diterapkan adalah dengan
memilih nilai-nilai inti (core value) yang akan dikembangkan dan
diimplementasikan pada masing-masing jurusan dan atau program studi.” Program
pengembangan pendidikan karakter membutuhkan perencanaan, implementasi,
evaluasi dan tindak lanjut. Secara garis besar untuk tiap tahapan sebagaimana
Tabel 1.
Tahap
|
Kegiatan
|
Perencanaan
|
1. Mengidentifikasi kegiatan kampus yang dapat
merealisasikan pendidikan karakter, baik pembelajaran, managemen kampus
maupun kegiatan kemahasiswaan.
2. Mengembangkan rancangan pelaksanaan kegiatan
dari program pendidikan karakter (tujuan, materi, fasilitas, jadwal,
fasilitator, pendekatan, pelaksanaan, evaluasi).
3. Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan
program pembentukan karakter di perguruan tinggi
|
Implementasi
|
Pembentukan karakter
melalui kegiatan pembelajaran dalam semua mata kuliah, melalui managemen
perguruan tinggi (contoh: pelayanan akademik, peraturan akademik), melalui
kegiatan kemahasiswaan (contoh: kepramukaan, latihan dasar kepemimpinan,
dsb).
|
Monitoring dan Evaluasi
|
Pemantauan kesesuaian
antara rencana dengan implementasi, antara lain dan pengukuran efektifitas
program untuk dapat diputuskan keberhasilannya. Hasil berupa data tentang
gambaran mutu kualitas program, kendala-kendala pelaksanaan, saran dan kritik
terhadap program, tingkat keberhasilan program
|
Tindak lanjut
|
Penyempurnaan program,
dapat berupa perbaikan rencana, penambahan fasilitas, dsb.
|
3. Revolusi Mental dan Nawa Cita
Istilah revolusi mental saat ini bukanlah suatu istilah yang asing
lagi semenjak pemerintahan baru Jokowi-JK dilantik menjadi presiden dan wakil
presiden pada Oktober 2014. Mental itu berkaitan dengan pikiran (mind).
Mentalitas berkaitan dengan cara berpikir yang sudah menjadi kebiasaan
berpikir, dan suatu kebiasaan (habit) pada umunya terbentuk lewat pembiasaan.
Sehingga, mentalitas dapat diubah dengan cara melakukan inovasi
pendidikan dan perubahan pada kebiasaan.
Di dunia pendidikan, revolusi mental ditekankan pada pembentukan
karakter serta pengembangan kepribadian yang dapat membentuk jati diri bangsa.
Maka tidaklah berlebihan bila kita menyebut guru adalah kunci revolusi mental.
Revolusi mental memang harus dimulai dari dunia pendidikan dan secara simultan
berjalan di bidang-bidang lainnya. Mengapa dunia pendidikan? Karena paling
tidak selama 18 tahun waktu anak manusia dihabiskan di bangku pendidikan, mulai
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Untuk itu tanggungjawab
seorang guru semakin bertambah untuk ikut membentuk jati diri bangsa melalui
peserta didiknya.
Hal ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya,
manusia akan selalu dihadapkan pada masalah-masalah, rintangan-rintangan
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan ini. Prinsip belajar
sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal, yaitu:
(1) learning to know, yang berarti juga learning to learn;
(2) learning to do; (3) learning to be, dan (4)
learning to live together.
Learning to know atau learning to learn mengandung
pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada
produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus
dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara
mempelajari yang harus dipelajari itu.
Learning to do mengandung
pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan
tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir
penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
Learning to be mengandung
pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya
sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri
sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai
manusia.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan
sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global di mana manusia baik
secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau
mengasingkan diri bersama kelompoknya.
Revolusi mental merupakan harapan bangsa dan masyarakat saat ini
menuju perubahan jati diri bangsa yang lebih baik. Melakukan revolusi mental
guna membentuk revolusi karakter bangsa melalui dunia pendidikan, peneguhan dan
penguatan ke-bhinekaan dan memperkuat restorasi sosial merupakan bagian dari
titik pusat utamanya. Membentuk generasi yang kreatif dan berintelektual
menjadi latar belakang diwujudkannya revolusi mental bangsa. Oleh karena itu,
bidang pendidikan sangat penting dalam menjaga pengarahan dan peningkatan mutu
dan kesempurnaan aset hidup bangsa. melalui pendidikanlah akan diperolehnya
pemahaman-pemahaman baru dalam hal pengetahuan, keaktifan, dan kekritisan.
Namun, dalam menjalankan proses revolusi mental tidak hanya dengan berbicara
dan berdiskusi saja, tetapi harus diwujudkan dengan tindakan, yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan.
Adapun tujuan revolusi mental adalah sebagai berikut:
1. Mengubah cara pandang, piker dan sikap, perilaku
dan cara kerja.
2. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap
optimistic
3. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari
dan berkprebadian.
Delapan Prinsip Revolusi
Mental :
1. Bukan proyek tapi gerakan social.
2. Ada tekad politik untuk menjamin kesungguhan
pemerintah.
3. Harus bersifat lintas-sektoral.
4. Bersifat partisipasi (kolaborasi pemerintah,
masyarakat sipil, sector privat, dan akademisi)
5. Diawali dengan pemicu.
6. Desain program harus ramah pengguna, popular,
menjadi bagian dari gaya hidup dan sistemik-holistik (bencana semesta).
7. Nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur
kehidupan social (moralitas public)
8. Dapat diukur dampaknya.
Tiga Nilai Tevolusi
Mental
1. Integrasi (jujur, dipercaya, berkarakter,
bertanggung jawab)
2. Etos kerja (etos kerja, daya saing, optimis,
inovatif dan produktif)
3. Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunai,
berorientasi pada kemaslahatan)
Strategi Internalisasi 3
Nilai Revolusi Mental
1. Jalur birokrasi
Internalisasi 3 nilai
revolusi mental pada Kementrian/Lembaga melalui:
1. Pembentukan tugas gugus dan pic
2. Tersusunnya program, kegiatan nyata berbasis
nilai-nilai revolusi mental.
3. Menjadi contoh tauladan (role model)
2. Jalur swasta
1. Memperkuat kemitraan antara pengusaha kecil dan
pengusaha besar.
2. Inseftif pengurangan pajak bagi pengusaha
Indonesia yang mengembangkan produk local inovatip.
3. Instruksi presiden kepada pengusaha media untuk
berkolaborasi mempromosikan revolusi mental.
4. Mengembangkan lembaga keuangan mikro di desa.
5. Mendukung inisiatif uaha menengah membuka
pasar/sentral yang menjual produk local yang inovatif, kreatif dan harga
terjangkau.
3. Jalur kelompok masyarakat
1. Pembudayaan 3 nilai revolusi mental dalam
kelompok masyarakat
2. Membangun role model
3. Aspirasi terhadap kelompok masyarakat
4. Keteladanan oleh tokoh
4. Jalaur pendidikan
1. Memperkuat kurikulum pendidikan kewarganegaraan
pada semua jenjang, jenis dan jalur pendidikan untuk membangun integrasi,
membentuk etos kerja keras dan semangat gotong royong.
2. Menerapkan ekstra kurikuler revolusi
mental di sekolah.
3. Meningkatkan sarana pendidikan yang merata.
4. Meningkatkan kompotensi guru dalam mendudkung
revolusi mental
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam
konteks perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini
merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil
presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda pemerintahan pasangan itu.
[1]Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan agenda pokok untuk melanjutkan
semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah
Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan.
Revolusi mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat
baik pemerintah atau rakyat dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali
nilai-nilai strategi yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu menciptakan
ketertiban dan Kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di
era globalisasi. Revolusi mental mengubah cara pandang, pikiran, sikap dan
perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehingga menjadi
bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Adapun 9 agenda
prioritas (Nawa Cita)
1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi
segenap dan memberikan rasa aman pada suluruh warga Negara.
2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun
tata kelola Pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan
4. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi
system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
6. Mewujudkan melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, Indonesia Kerja dan
Indonesia Sejahtera.kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing
di pasar internasional.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek
pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai
patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam
kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh ke-bhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan
ke-bhinekaan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
- Pendidikan karakter di perguruan tinggi penting agar
mahasiswa dapat memiliki daya saing global dan mampu menghadapi MEA.
- Program pengembangan pendidikan
karakter membutuhkan perencanaan, implementasi, evaluasi dan tindak
lanjut. Kesemua tahapan harus dilakukan ssecara berkesinambungan agar
program pendidikan karakter dapat semakin sempurna.
- Revolusi mental merupakan
program pemerintahan Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawa Cita Point ke-8,
dan untuk melaksanakan programnya Bapak Presiden Joko Widodo membuat
sebuah kebinet yaitu cabinet kerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Setuju. Pendidikan
Teknik Mesin UST. Penguatan Karakter Mahasiswa dalam Menghadapi MEA.
Diunduh dari http://journal.ustjogja.ac.id/
Lindawati. Sri.
2016. Revolusi Mental Dalam Dunia Pendidikan, Membentuk
Generasi Emas. https://srilinda.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar